LOGO
Logo, sesuatu yang sudah ada dari
sejak jaman dahulu, disebut juga Simbol atau Lambang, yang fungsinya sebagai
tanda atau identitas, secara denotatif mewakili suatu benda atau produk, secara
konotatif mewakili suatu konsep. Suatu produk dapat menjadi mitos karena proses
penyampaian “brand” nya disertai dengan ide-ide kreatif yang mengarah kepada
gaya hidup. Alhasil sebuah sepatu bukan hanya sepatu untuk melindungi kaki,
melainkan sebuah gaya hidup. Orang bukan lagi membeli benda dengan pertimbangan
fungsi pakai nya, melainkan membeli merek, demi gengsi, aktualisasi diri.
Pembuatan logo bukan hanya untuk
print-matter, tetapi juga diaplikasikan pada web atau screen based design. Logo
di desain bukan untuk dipakai sendiri, melainkan untuk dipakai oleh klien.
Kata kunci : logo, gaya hidup
Logo,
or trademarks or symbol were existed since a long time ago. With its function
as a sign or identity, logo denotatively represent a thing or a product, and
connotatively represent a concept. A product could be a myth simply because of
how its brand delivered, involving creative ideas aiming to lifestyle.
Eventually a pair of shoes not only protecting foot, but rather collateral
relative. With logo representing brands, people are not buying things
considering function, but more of prestige and self actualization.
A logo was not only for printed matter , but also applied for
screen based design. A logo designed for client’s need and satisfaction.
Keywords : Logo, life style
Logo sudah ada sejak jaman prasejarah. Dimulai
dengan perannya sebagai simbol dari kepercayaan kelompok yang dikembangkan
berdasarkan keinginan untuk komunikasi sosial dan pengenalan dari “kebenaran”
tertentu.
Sebagai contoh misalnya bentuk dasar, sebuah
lingkaran, digunakan untuk menandakan sifat alam semesta yang tidak bertepi,
mewakili sifat keabadian. Lingkaran juga menjadi simbol ideografi kuno,
ditemukan di guha-guha prasejarah di Kolumbia, ada lukisan lingkaran yang
digambarkan kosong, dan ada lingkaran yang diberi titik ditengahnya. Lingkaran
yang kosong memberi makna mata atau mulut yang terbuka, lingkaran yang diberi
titik ditengahnya yang menggambarkan matahari atau “mata” dari Penguasa Alam.
Ideografi lingkaran ini sudah digunakan oleh hampir setiap kebudayaan yang ada
dimuka bumi ini. Menurut Cooper (Cooper 1998: p.36) dalam agama Buddha
lingkaran merupakan “Round of existence” melingkupi semua hal luarbiasa yang
ada di dunia ini, dalam Zen lingkaran kosong adalah pencerahan.sedangkan
lingkaran yang bertitik ditengahnya menggambarkan kesempurnaan siklus. Dalam
Astrologi bentuk lingkaran menggambarkan matahari, serta merupakan simbol dari
dewa-dewa matahari.
Bentuk lain adalah segitiga, yang digunakan
untuk menegaskan konsep tri-tunggal, seperti kelahiran, kehidupan dan kematian,
filsuf Yunani, Pitagoras pada abad ke 6 sebelum masehi menggunakan segitiga ini
sebagai simbol dari kearifan. Menurut Cooper (Cooper 1998: p.179) segitiga
adalah sorga, bumi dan manusia atau ayah, ibu dan anak. Masih banyak lagi
kepercayaan-kepercayaan di muka bumi ini yang menggunakan bentuk segitiga
sebagai simbol yang memiliki arti religius.
Bentuk segi-empat, memiliki arti simbolis yang
berlawanan dengan bentuk lingkaran. Jika lingkaran mewakili keabadian dan
penguasa alam semesta, maka segiempat menandakan pembatasan, kebendaan dan
tanah. Menurut Cooper (Cooper 1998: p.157) bila lingkaran menggambarkan dinamis
dan kehidupan, maka segi-empat mengambarkan hal yang berlawanan, yaitu statis
dan kematian.
Bentuk tanda-tanda sederhana seperti diatas
adalah upaya manusia dari peradaban awal untuk berkomunikasi, tidak menggunakan
lidah dengan berbicara, melainkan menggunakan gambar atau citra. Sebagaimana
halnya awal terjadinya komunikasi verbal, untuk menggambarkan sesuatu dengan
kata-kata atau dengan isyarat tangan dapat mengaburkan arti atau menjadi salah
mengerti, namun tidak demikian halnya dengan gambar.
Simbol berkembang dan bahkan mulai dapat
merepresentasikan pekembangan peradaban. Contohnya zaman Romawi, mereka
mengembangkan logo pertama yang bersifat kebangsaan, SPQR, singkatan dari
“Senatus Populusque Romanus” yang artinya Senat dan Rakyat Roma. (Thomas, 2000,
p:10)
Pada abad ke 13 logo berupa tanda atau inisial
perajin, juga sudah ditorehkan pada gerabah, semacam kendi dan mangkuk, juga
dilukiskan pada benda-benda porselen, semuanya dengan tujuan untuk menunjukkan
identitas produsen dan jaminan kualitas produk. Pada abad 13 ini juga pembuat
roti di Inggris menandai rotinya dengan suatu bentuk, yang dapat membuat
konsumennya mengidentifikasi sehingga apabila sesuai selera mereka akan membeli
lagi roti dengan tanda yang dimaksud, disini “brand” sudah mulai berperan.
Simbol diaplikasikan kedalam karya seni,
grafikus Jerman, Albrecht Dürer memberikan “logo” berupa inisial namanya pada
semua karyanya, merupakan “hallmark” untuk kualitas terbaik dalam bidang
seni-rupa.
Pada awal abad ke 19, penggunaan logo menjadi
semakin kuat, produsen melihat suatu peluang yang sangat baik untuk
mempromosikan berbagai produknya melalui iklan, dengan pencantuman logo sebagai
identitas produsen. Procter & Gamble adalah perusahaan pertama yang
menggunakan logo untuk tujuan komersial. Bermula dari mereka mulai mengapalkan
lilin-lilin produk mereka ke kota-kota dipinggiran sungai Mississippi,
sesampainya di pelabuhan pabean akan memberi stempel pada peti-peti pembungkus
produk, stempel yang menggambarkan tanda bintang. Perusahaan ini kemudian
menyadari bahwa konsumen akan mengenali tanda bintang ini sebagai produk
Procter & Gamble. Setelah itu mereka mengolah tanda bintang ini dan
menambahkan tanda bulan sabit, maka simbol ini semakin menjadi simbol dari
kualitas, sehingga para pedagang hanya mau menerima peti-peti yang bergambar
bintang.
Perusahaan-perusahaan
besar lainnya mengenali peluang ini, dan kemudian Coca-cola, Quaker Oats mulai
mengolah merek mereka menjadi billboards. Obat-obat paten dan tembakau kemudian
mulai menggunakan logo untuk memasarkan produknya.
Perusahaan-perusahaan
menjadi semakin menyadari akan pentingnya logo sebagai identitas yang
menunjukkan kualitas suatu produk, sehingga perlu dibuat suatu aturan tentang
penggunaan merek untuk menghindari merek ganda, maka dibuatlah hak paten atas
merek, yang mencatat nama dan bentuk visual merek.
Tahun
1898, pentingnya logo sebagai alat penjualan mulai merata, tanda dan logo mulai
muncul dimana-mana. Tanda Coca-cola yang asalnya adalah tulisan tangan dari
personil bagian pembukuan perusahaan, menghiasi setiap botol khas dari produk
mereka, dan tergantung pada papan di setiap toko yang menjual produk Coca-cola.
Logo
semakin menjadi bentuk seni yang baru, dan desainer mulai mencari inspirasi ke
tempat lain. Dengan berkembangnya gaya Bauhaus sebelum Perang dunia II, banyak
bermunculan simbol-simbol abstrak bahkan sampai ke Amerika. Simbol dari
perusahaan-perusahaan abad ke 19 kemudian “disegarkan” dengan bentuk-bentuk
yang baru, kontemporer dan bergaya internasional. Menurut (Meggs, 1983: p.424)
Banyak orang percaya bahwa pandangan struktur ekonomi kapitalis adalah ekspansi
ekonomi yang berkesinambungan dan kemakmuran. “Good design is good business”
menjadi semboyan diantara komunitas desain grafis tahun 1950an. Giovanni
Pintori mendesain logo untuk pabrik mesin ketik Olivetti, dengan huruf huruf
kecil sans serif yang diatur dengan spasi tipis. Identitas ini menjadi kuat
bukan karena desain program, tetapi karena penampilannya konsisten dalam media
promosi.
Di tahun 1960 an, logo menjadi lebih
sederhana dan bahkan lebih matang. Chermayeff & Geismar mengembangkan “The
Stark”, simbol berbentuk segi-delapan untuk Chase Manhattan Bank. Pionir dalam
desain logo kontemporer Paul Rand, mereposisi IBM, Westinghouse, UPS dan
lain-lainnya, semua dengan bentuk yang lebih mampat dengan lebih sedikit garis
yang digunakan serta grafis yang lebih kuat dan tegas.
Di tahun 70 an dan 80 an, banyak perusahaan melakukan merger dan
akuisisi, sehingga perusahaan – perusahaan semakin bervariasi dan desain logo
harus lebih mampu mengekspresikan keunikan dan kompleksitas bentuk perusahaan.
Perusahaan yang tadinya independen menjadi anak perusahaan besar, semakin sulit
untuk menjadikan sebuah logo untuk merepresentasikan keseluruhan perusahaan
dalam konglomerasi karena begitu majemuknya jenis usaha didalamnya. Trend
menjadi kearah simbol yang tidak spesifik mengarah kepada sesuatu makna dan
lebih generik dengan makna yang lebih luas, pendek kata, tanda-tanda itu
menjadi tidak bermakna tegas.
Produk baru yang dikembangkan untuk kepentingan gaya hidup
memerlukan “payung” logo. Fesyen memerlukan simbol yang dikenali secara instan
dengan ciri kontemporer.
Nike dan Calvin Klein memilih simbol dan lettering yang akan
menyatakan bahwa produk – produk dengan tanda ini dirancang atas nama mereka.
Kemudian Donna Karan (DKNY), Ralph
Lauren dengan “Polo player” nya yang terkenal, mencantumkan logonya pada T
shirt, bahkan pakaian dalam. Para pemakai merasa lebih bernilai dan “sporty”
bila memakai produk ini, maka tak lama kemudian diikuti oleh Gucci dan Levi’s.
Dan kemudian perilaku ini berlanjut ke perusahaan-perusahaan yang
baru, desainer- desainer dan pabrik yang baru, pemimpi-pemimpi baru dari dunia
yang lebih mapan. Hal ini menandakan bahwa waktu kita berjalan dengan lebih
cepat, simbol-simbol yang mudah dikenali untuk menunjukkan produk dan jasa
perusahaan atau bahkan perseorangan. Seperti halnya Micahel Angelo, memahatkan
namanya pada selempang jubah Maria dalam karyanya “Pieta”, pembuat menemukan
cara tidak hanya mengidentifikasikan diri dan produknya, tetapi juga
mengiklankannya. Dalam era media yang kacau dan meluas, suatu produk haruslah
bisa mengiklankan dirinya, secara mandiri dan mencerminkan originalitas, dalam
satu kata atau simbol. Tetapi hal ini tidaklah berarti bahwa sebuah logo baru
tidak dapat dibuat tanpa bantuan spesialis dari biro desain, atau advertisng
agency. Dari sejarah telah membuktikan bahwa logo yang ideal – dari pandangan
marketing – harus sederhana, unik, berbeda dan yang terpenting, mudah diingat,
harus segera memunculkan asosiasi pikiran kepada suatu produk atau jasa, yang
dapat mencederungkan untuk membelinya secara berulang.
Dengan berkembangnya teknologi elektronika dan informatika, maka
tuntutan akan penampilan logo pun berkembang. Logo tampilannya hendaknya tetap
baik bila dibesarkan, dikecilkan, positif-negatif, emboss, kemudian ada
tuntutan lagi 3 dimensi, dengan adanya dunia web design, maka ada tambahan
tuntutan tampilan logo yaitu bisa dianimasikan, bahkan dengan identitas bunyi
sekaligus.
Logo di desain bukan untuk dipakai oleh pendesain logo, melainkan
untuk dipakai oleh klien. Untuk pembuatan logo yang ideal diperlukan data
mengenai klien, bukan hanya dengan penelitian menggunakan daftar pertanyaan,
tetapi juga pengamatan suasana, aspirasi dari setiap orang yang nantinya akan
menggunakan logo sebagi “pakaiannya”
Catatan :
Tulisan ini dibuat pada tangal 12 November 2006, dan telah dimuat
di Jurnal VISUAL vol 09 no 1 (2006), FSRD Universitas Tarumanagara, Jakarta.